Kamis, 02 Juni 2016

Hadits Mengenai Adab Sopan Santun

Al-Qur’an Dan Hadist (hadist tentang sopan santun)
A.  Pengertian adab dan sopan santun.
Secara Bahasa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul  dari hasil pergaulan sekelompok. Norma kesopanan, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda diberbagai tempat, lingkungan, atau waktu.Secara istilah Sopan santun adalah suatu sikap atau tingkah laku yang ramah terhadap orang lain, sopansantun juga dapat di pandang oleh suatu masyarakat mungkin sebaliknya masyarakat jugadapat di pandang oleh masyarakat lain atau kekerabatan/persanakan. Sopan santun Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah budi pekerti yang baik, tata krama, peradaban, kesusilaan, dalam pergaulan sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Secara Bahasa Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antar manusia, antar tetangga, dan antar kaum.Adab Menurut Istilah Pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah. Adab  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kehalusan dan kebaikan budi pekerti.
B.  Adab ketika di jalan.
Adab-adab di jalan, yaitu :
1.      wajib menunaikan hak-hak jalan.
2.      Menghilangkan Gangguan Dari Jalan.
Termasuk adab yang dicintai di jalan adalah menghilangkan gangguan dari jalan, bahkan perbuatan tersebut masuk dalam kategori iman. Nabi bersabda dalam riwayat Abu Hurairah :
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ
الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
Artinya : Iman itu ada tujuhpuluh hingga beberapa atau enampuluh hingga beberapa cabang, yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha Illallaah, yang paling rendah adalah menghilangkan gangguan dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari iman (Bukhori (9) tanpa menyebutkan “menghilangkan”, Muslim (35) dan lafadz baginya, Ahmad (8707), Nasai (5005), Abu Daud (4676), Ibnu Majah (57))
Menghilangkan gangguan dari jalan juga termasuk dalam bentuk sedekah dan menyebabkan pelakunya masuk ke dalam surga. Disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah, Nabi bersabda :
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، …………، وَيُمِيطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Setiap tulang persendian dari (tubuh) manusia hendaklah disedekahi, ………….. dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah (diantara bentuk) sedekah (Bukhori (2989), Muslim (1009) dan lafadz baginya, Ahmad (27400))
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah bersabda :
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
Ketika seseorang berjalan di jalan, kemudian ia mendapatkan ranting berduri diatas jalan, lantas ia pinggirkan, maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni (dosa)nya (Bukhori (652, 2472), Muslim (127, 164))
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan :
نَزَعَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ غُصْنَ شَوْكٍ عَنِ الطَّرِيقِ إِمَّا كَانَ فِي شَجَرَةٍ فَقَطَعَهُ وَأَلْقَاهُ، وَإِمَّا كَانَ مَوْضُوعًا  فَأَمَاطَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ بِهَا فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
Ada seseorang yang sedang naza’ dan belum melakukan satu kebaikan pun, (kecuali terhadap) sebuah ranting berduri yang ada di jalan, bisa karena ia berada di pohon kemudian dipotong dan dibuang, bisa juga karena ada di jalan lantas ia singkirkan. Maka Allah bersyukur kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga (Bukhori (654), Muslim (1914) dan lafadz baginya, Ahmad (7979), Tirmidzi (1958), Abu Daud (5245), Ibnu Majah (3682), Malik (295)).
3.      Haram Membuang Hajat Di Jalan Atau Di Tempat Berteduh
Rasulullah mengingatkan kita untuk tidak membuang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka. Karena jalan dan tempat berteduh adalah milik bersama, maka tidak dibenarkan bagi seorangpun untuk merusak jalan yang dilalui oleh manusia atau tempat berteduh yang mereka duduk-duduk dan berlindung dari sengatan sinar matahari. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
«اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ» قَالُوا: وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ، أَوْ فِي ظِلِّهِمْ»
“Jauhilah oleh kalian dari dua perbuatan yang terkutuk!”. Para sahabat bertanya : “Apakah dua perbuatan yang terkutuk itu wahai Rasulullah?”. Beliau SAW bersabda : “Orang yang buang hajat di jalan (yang dilalui) manusia atau di tempat berteduh mereka”. (Muslim (269), Ahmad (8636), Abu Daud (25)). Makna dari sabda Beliau SAW “ittaquu al la’aanaini” adalah jauhilah oleh kalian dari dua perbuatan yang mendatangkan kutukan dan celaan manusia, karena orang yang membuang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka hampir-hampir saja mereka tidak selamat dari celaan manusia.
4.      Kaum Laki-Laki Lebih Berhak Tengah Jalan Daripada Kaum Wanita
Pemilik syariat ini sangat ingin membedakan antara kaum wanita dengan kaum laki-laki. Maka Beliau memutus setiap jalan yang dapat menimbulkan fitnah bagi kaum wanita, dimana Beliau menjadikan sisi luar jalan menjadi milik kaum wanita dan tengahnya adalah milik kaum laki-laki, hingga tidak bercampur antara laki-laki dan wanita serta tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar sebagaimana yang banyak kita lihat pada masa sekarang, kecuali siapa yang diberi hidayah oleh Allah. Diriwayatkan dari Abu Usaid al Anshory , dari bapaknya :
انّهُ سَمِعَ رسوْلَ الله صلى الله عليه وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ : وَهُوَ خَا رِجٌ مِنَ الْمسْجِدِ فَاخْتَلَطَ مَعَ النّسَاءِ فِي الطّريْقِ، فَقَا لَ رَسُولَ الله صلى الله عليْهِ وَسَلَّمَ للنّسَاءِ : «اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ  بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ» فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِه
Ia mendengar Rasulullah bersabda, dan ketika itu ia berada di luar masjid. Maka orang-orang pun bercampur baur antara laki-laki dan wanita di jalan. Maka Rasulullah bersabda kepada kaum wanita : “Mundurlah kalian, karena bukan tempatnya kalian berada di tengah jalan, hendaklah kalian berada di tepi jalan”. Akhirnya mereka menempelkan (tubuh) mereka dengan dinding hingga pakaiannya seolah-olah tergantung di dinding (Abu Daud (5272)).
Dan jalannya kaum wanita di tepi jalan lebih bisa menjaga diri mereka, lebih dekat pada menjaga kehormatan, bukan malah berlomba-lomba dengan kaum laki-laki di satu jalan yang dapat menjerumuskan mereka semua kedalam fitnah. Bukankah fitnah pertama kali yang menimpa orang-orang bani israil adalah karena permasalahan wanita, dan kebinasan mereka disebabkan oleh wanita.
5.      Seseorang Menolong Saudaranya Menaiki Kendaraannya Atau Membawakan Barangnya Keatas Kendaraannya
Termasuk adab di jalan yang dicintai dan harus diperhatikan adalah perbuatan seseorang ketika melihat saudaranya yang ingin menaiki binatang tunggangannya sedangkan dia kesulitan untuk melakukannya, maka ia menolongnya untuk menaiki kendaraannya tersebut, atau ia menolong membawakan barang bawaannya ke atas kendaraannya. Dan hal seperti ini masih memungkinkan untuk dilakukan pada masa sekarang. Sebagian orang tidak memungkinkan untuk naik kendaraan roda empat mereka dengan mudah, lebih khusus lagi jika mereka sudah lanjut usia.
Dan perbuatan seperti itu terhitung sebagai sedekah dan pelakunya jika seorang muslim akan mendapatkan pahala. Diriwayatkan dari Abu Hurairah t:
كُلُّ سُلاَمَى عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلَّ يَوْمٍ، يُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ، يُحَامِلُهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ
Setiap tulang persendian hendaklah disedekahi, setiap hari, (seseorang yang) menolong saudaranya dalam tunggangannya, ia mengangkatnya keatas (binatang) tunggangannya, atau ia membawakan barang bawaannya keatasnya adalah sedekah. Dalam lafadz Muslim disebutkan :
فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا
Maka engkau naikkan ia keatas tunggangannya (Bukhori (2891), Muslim (1009), Ahmad (27400)) (AZ)
C.    Anjuran sopan santun duduk dijalan.
Pelarangan duduk di jalan ialah bertujuan supaya tidak menimbulkan fitnah atau dosa, dengan lewatnya orang lain termasuk para wanita. Dengan melihat mereka itu, akan timbul fikiran jahat atau sangka buruk terhadapnya. Begitu juga dengan duduknya orang di tepi jalan, maka orang yang lewat akan merasakan jalan itu terasa sempit, sehingga orang merasa kakau, merasa terhalang untuk melewatinya, karena ramainya orang yang duduk di jalan tersebut.
Rasulullah melarang duduk di pinggir jalan, baik duduk di tempat khusus, seperti duduk di kursi, di bawah pohon dan lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol. Rasulullah pun membolehkannya dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan, yaitu sebagai berikut :
1.      Menjaga pandangan mata
Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan perintah Allah dalam Q.S An-Nur 30 berikut ini Artinya : “katakanlah kepada orang laki-laki beriman : “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa seorang laki-laki yang sudah baligh hendaknya dapat menjaga pandangan matanya (kepada wanita) agar tehindar dari perbuatan dosa.
Dalam kaitannya dengan orang yang sedang duduk di pinggir jalan nampaknya tidak dapat dihindari. Karena akan banyak orang yang lewat, dari berbagai usia dan tipe. Maka bagi para lelaki dilarang memandang dengan sengaja kepada wanita yang bukan muhrim dengan pandangan syahwat. Oleh karena itu, bagi mereka yang duduk di pinggir jalan harus menjaga moral dan pandangannya  dari hal-hal yang tidak baik.a
2.      Tidak menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mencaci maki atau membicarakannya, dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kecil atau dengan yang lainnya yang menyebabkan orang tersebut merasa sakit dan tersinggung, tidak memercikan air, dan yang lainnya yang akan menyakiti dan menyinggung perasaan orang lewat.
3.      Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkannya sunat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk di jalan, hukum menjawabnya adalah wajib.
4.      Memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran
Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut, maka diwajibkan untuk menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk hal itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan kecerobohannya.


  Sumber:
Alamat web : viekadian-riska-ari.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ulumul-hadist-adab-dan-sopan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar