Al-Qur’an Dan Hadist (hadist tentang sopan santun)
A.
Pengertian adab dan sopan santun.
Secara Bahasa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok. Norma
kesopanan, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda
diberbagai tempat, lingkungan, atau waktu.Secara istilah Sopan santun adalah
suatu sikap atau tingkah laku yang ramah terhadap orang lain, sopansantun juga
dapat di pandang oleh suatu masyarakat mungkin sebaliknya masyarakat jugadapat
di pandang oleh masyarakat lain atau kekerabatan/persanakan. Sopan santun
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah budi pekerti yang baik, tata krama,
peradaban, kesusilaan, dalam pergaulan sangat diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Secara Bahasa Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan
santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang
adab ini digunakan dalam pergaulan antar manusia, antar tetangga, dan antar
kaum.Adab Menurut Istilah Pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat
yang salah. Adab Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia kehalusan dan kebaikan budi pekerti.
B.
Adab ketika di jalan.
Adab-adab di jalan, yaitu :
1.
wajib menunaikan hak-hak jalan.
2. Menghilangkan Gangguan Dari Jalan.
Termasuk adab yang dicintai di jalan adalah menghilangkan gangguan
dari jalan, bahkan perbuatan tersebut masuk dalam kategori iman. Nabi bersabda
dalam riwayat Abu Hurairah :
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً،
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى
عَنْ
الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
Artinya : Iman itu ada tujuhpuluh hingga beberapa atau enampuluh
hingga beberapa cabang, yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha Illallaah,
yang paling rendah adalah menghilangkan gangguan dari jalan, dan malu adalah
salah satu cabang dari iman (Bukhori (9) tanpa menyebutkan “menghilangkan”,
Muslim (35) dan lafadz baginya, Ahmad (8707), Nasai (5005), Abu Daud (4676),
Ibnu Majah (57))
Menghilangkan gangguan dari jalan juga termasuk dalam bentuk
sedekah dan menyebabkan pelakunya masuk ke dalam surga. Disebutkan dalam
riwayat Abu Hurairah, Nabi bersabda :
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، …………، وَيُمِيطُ
الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Setiap tulang persendian dari (tubuh) manusia hendaklah disedekahi,
………….. dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah (diantara bentuk) sedekah
(Bukhori (2989), Muslim (1009) dan lafadz baginya, Ahmad (27400))
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah bersabda
:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى
الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
Ketika seseorang berjalan di jalan, kemudian ia mendapatkan ranting
berduri diatas jalan, lantas ia pinggirkan, maka Allah berterima kasih
kepadanya dan mengampuni (dosa)nya (Bukhori (652, 2472), Muslim (127, 164))
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan :
نَزَعَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ غُصْنَ شَوْكٍ عَنِ
الطَّرِيقِ إِمَّا كَانَ فِي شَجَرَةٍ فَقَطَعَهُ وَأَلْقَاهُ، وَإِمَّا كَانَ
مَوْضُوعًا فَأَمَاطَهُ فَشَكَرَ
اللَّهُ لَهُ بِهَا فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
Ada seseorang yang sedang naza’ dan belum melakukan satu kebaikan
pun, (kecuali terhadap) sebuah ranting berduri yang ada di jalan, bisa karena
ia berada di pohon kemudian dipotong dan dibuang, bisa juga karena ada di jalan
lantas ia singkirkan. Maka Allah bersyukur kepadanya dan memasukkannya ke dalam
surga (Bukhori (654), Muslim (1914) dan lafadz baginya, Ahmad (7979), Tirmidzi
(1958), Abu Daud (5245), Ibnu Majah (3682), Malik (295)).
3.
Haram Membuang Hajat Di Jalan Atau Di Tempat Berteduh
Rasulullah mengingatkan kita untuk tidak membuang hajat di jalan
yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka. Karena jalan dan tempat
berteduh adalah milik bersama, maka tidak dibenarkan bagi seorangpun untuk
merusak jalan yang dilalui oleh manusia atau tempat berteduh yang mereka
duduk-duduk dan berlindung dari sengatan sinar matahari. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
«اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ» قَالُوا: وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا
رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ، أَوْ فِي
ظِلِّهِمْ»
“Jauhilah oleh kalian dari dua perbuatan yang terkutuk!”. Para
sahabat bertanya : “Apakah dua perbuatan yang terkutuk itu wahai Rasulullah?”.
Beliau SAW bersabda : “Orang yang buang hajat di jalan (yang dilalui) manusia
atau di tempat berteduh mereka”. (Muslim (269), Ahmad (8636), Abu Daud (25)). Makna dari sabda Beliau SAW “ittaquu al la’aanaini” adalah
jauhilah oleh kalian dari dua perbuatan yang mendatangkan kutukan dan celaan
manusia, karena orang yang membuang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di
tempat berteduh mereka hampir-hampir saja mereka tidak selamat dari celaan
manusia.
4. Kaum Laki-Laki Lebih Berhak
Tengah Jalan Daripada Kaum Wanita
Pemilik syariat ini sangat ingin
membedakan antara kaum wanita dengan kaum laki-laki. Maka Beliau memutus setiap
jalan yang dapat menimbulkan fitnah bagi kaum wanita, dimana Beliau menjadikan
sisi luar jalan menjadi milik kaum wanita dan tengahnya adalah milik kaum
laki-laki, hingga tidak bercampur antara laki-laki dan wanita serta tidak
menimbulkan fitnah yang lebih besar sebagaimana yang banyak kita lihat pada
masa sekarang, kecuali siapa yang diberi hidayah oleh Allah. Diriwayatkan dari
Abu Usaid al Anshory , dari bapaknya :
انّهُ سَمِعَ رسوْلَ الله صلى الله عليه وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ : وَهُوَ
خَا رِجٌ مِنَ الْمسْجِدِ فَاخْتَلَطَ مَعَ النّسَاءِ فِي الطّريْقِ، فَقَا لَ
رَسُولَ الله صلى الله عليْهِ وَسَلَّمَ للنّسَاءِ : «اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ
لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ» فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ
بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا
بِه
Ia mendengar Rasulullah bersabda,
dan ketika itu ia berada di luar masjid. Maka orang-orang pun bercampur baur
antara laki-laki dan wanita di jalan. Maka Rasulullah bersabda kepada kaum
wanita : “Mundurlah kalian, karena bukan tempatnya kalian berada di tengah
jalan, hendaklah kalian berada di tepi jalan”. Akhirnya mereka menempelkan
(tubuh) mereka dengan dinding hingga pakaiannya seolah-olah tergantung di
dinding (Abu Daud (5272)).
Dan jalannya kaum wanita di tepi
jalan lebih bisa menjaga diri mereka, lebih dekat pada menjaga kehormatan,
bukan malah berlomba-lomba dengan kaum laki-laki di satu jalan yang dapat
menjerumuskan mereka semua kedalam fitnah. Bukankah fitnah pertama kali yang
menimpa orang-orang bani israil adalah karena permasalahan wanita, dan
kebinasan mereka disebabkan oleh wanita.
5.
Seseorang Menolong Saudaranya Menaiki Kendaraannya Atau Membawakan Barangnya
Keatas Kendaraannya
Termasuk adab di jalan yang dicintai
dan harus diperhatikan adalah perbuatan seseorang ketika melihat saudaranya
yang ingin menaiki binatang tunggangannya sedangkan dia kesulitan untuk
melakukannya, maka ia menolongnya untuk menaiki kendaraannya tersebut, atau ia
menolong membawakan barang bawaannya ke atas kendaraannya. Dan hal seperti ini
masih memungkinkan untuk dilakukan pada masa sekarang. Sebagian orang tidak
memungkinkan untuk naik kendaraan roda empat mereka dengan mudah, lebih khusus
lagi jika mereka sudah lanjut usia.
Dan perbuatan seperti itu terhitung
sebagai sedekah dan pelakunya jika seorang muslim akan mendapatkan pahala.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah t:
كُلُّ سُلاَمَى عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلَّ يَوْمٍ، يُعِينُ الرَّجُلَ
فِي دَابَّتِهِ، يُحَامِلُهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ
صَدَقَةٌ
Setiap tulang persendian hendaklah
disedekahi, setiap hari, (seseorang yang) menolong saudaranya dalam
tunggangannya, ia mengangkatnya keatas (binatang) tunggangannya, atau ia
membawakan barang bawaannya keatasnya adalah sedekah. Dalam lafadz Muslim
disebutkan :
فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا
Maka engkau naikkan ia keatas tunggangannya (Bukhori (2891), Muslim
(1009), Ahmad (27400)) (AZ)
C.
Anjuran sopan santun duduk dijalan.
Pelarangan duduk di jalan ialah
bertujuan supaya tidak menimbulkan fitnah atau dosa, dengan lewatnya orang lain
termasuk para wanita. Dengan melihat mereka itu, akan timbul fikiran jahat atau
sangka buruk terhadapnya. Begitu juga dengan duduknya orang di tepi jalan, maka
orang yang lewat akan merasakan jalan itu terasa sempit, sehingga orang merasa
kakau, merasa terhalang untuk melewatinya, karena ramainya orang yang duduk di
jalan tersebut.
Rasulullah melarang duduk di pinggir
jalan, baik duduk di tempat khusus, seperti duduk di kursi, di bawah pohon dan
lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat
duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti
ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat
mereka mengobrol. Rasulullah pun membolehkannya dengan syarat mereka harus
memenuhi hak jalan, yaitu sebagai berikut :
1. Menjaga pandangan mata
Menjaga pandangan merupakan suatu
keharusan bagi setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan perintah Allah dalam
Q.S An-Nur 30 berikut ini Artinya : “katakanlah kepada orang laki-laki beriman
: “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Yang
demikian adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa
yang mereka perbuat.” Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa seorang laki-laki
yang sudah baligh hendaknya dapat menjaga pandangan matanya (kepada wanita)
agar tehindar dari perbuatan dosa.
Dalam kaitannya dengan orang yang
sedang duduk di pinggir jalan nampaknya tidak dapat dihindari. Karena akan
banyak orang yang lewat, dari berbagai usia dan tipe. Maka bagi para lelaki
dilarang memandang dengan sengaja kepada wanita yang bukan muhrim dengan
pandangan syahwat. Oleh karena itu, bagi mereka yang duduk di pinggir jalan
harus menjaga moral dan pandangannya dari hal-hal yang tidak baik.a
2. Tidak menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang yang
lewat, dengan lisan, tangan, kaki dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mencaci
maki atau membicarakannya, dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu
kecil atau dengan yang lainnya yang menyebabkan orang tersebut merasa sakit dan
tersinggung, tidak memercikan air, dan yang lainnya yang akan menyakiti dan
menyinggung perasaan orang lewat.
3. Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib
meskipun mengucapkannya sunat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam
ketika duduk di jalan, hukum menjawabnya adalah wajib.
4. Memerintahkan kepada kebaikan dan
melarang kepada kemungkaran
Apabila sedang duduk di jalan
kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau
memakai kendaraan dengan ngebut, maka diwajibkan untuk menegurnya atau
memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang
memiliki kekuatan untuk hal itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut
menyadari kekeliruan dan kecerobohannya.
Sumber:
Alamat web : viekadian-riska-ari.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ulumul-hadist-adab-dan-sopan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar